Menag: Agama Lahir dalam Misi Mulia, Perdamaian dan Keselamatan

Menag: Agama Lahir dalam Misi Mulia, Perdamaian dan Keselamatan

Menag: Agama Lahir dalam Misi Mulia, Perdamaian dan Keselamatan

Jakarta (Kemenag) --- Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan agama selalu lahir dalam misi mulia, yaitu perdamaian dan keselamatan. Namun, seiring perkembangan zaman dan kompleksitas kehidupan manusia, teks-teks penafsiran agama mengalami multi tafsir, menyesuaikan dengan kondisi geososio budaya masyarakatnya. 

Hal ini disampaikan Menag saat membuka gelaran Seminar Tokoh Agama yang mengusung tema Kerukunan dan Moderasi Beragama Dalam Konteks Kemajemukan Bangsa. Seminar ini menghadirkan pembicara dari perwakilan Kementerian Luar Negeri, dan narasumber yang berasal dari tokoh dari enam Agama di Indonesia.

Dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat guna memutus mata rantai persebaran Covid-19, acara ini berlangsung secara daring dan luring dari Auditorium HM Rasjidi Kantor Kementerian Agama Jalan MH Thamrin Jakarta, Rabu (25/11).

Dijelaskan Menag, sebagian pemeluk agama tidak lagi berpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agamanya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya dan terkadang yang sesuai dengan kepentingan ekonomi dan politiknya, maka konflik pun tidak terhindari. "Hal-hal semacam ini tidak saja terjadi di indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia," kata Menag.

Ia menambahkan teks-teks penafsiran agama acapkali bergeser dari agama itu sendiri. Dalam tataran normatif ilahiyyah, kebenaran kitab suci, secara harfiah bisa dikatakan mutlak. Namun, dalam tataran historis-interpretatif, kebenaran bisa juga diklaim relatif. 

Menag menyatakan ada enam agama yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu dan Khonghucu. Selain itu , masih ada ratusan agama leluhur dan penghayat kepercayaan yang hidup dan berkembang di bumi pertiwi.  "Di masing-masing agama dan kepercayaan itu terdapat pandangan-pandangan yang berbeda.  pemeluk agama berhak berpandangan bahwa yang dianutnya adalah agama yang paling benar," kata Menag. 

"Namun disisi lain, pemeluk agama berbeda juga punya hak berpandangan hal yang sama bagi agama yang dianutnya. Untuk itulah pentingnya rasa saling menghargai dan menghormati antar pemeluk agama dan kepercayaan lainnya," tandas Menag.