
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan angka prevalensi anak lahir dalam keadaan kerdil (stunting) telah mengalami penurunan menjadi sebesar 24,2 persen di akhir tahun 2021.
Prevalensi Stunting adalah keadaan Tumbuh kembang anak dengan keadaan Pendek dan Sangat Pendek pada usia Di Bawah 5 Tahun anak/Balita. Indikator ini mengukur persentase anak balita yang tingginya dibawah ketinggian rata-rata penduduk acuan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2010, BKKBN melaksanakan tugas di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana.
Dengan adanya kegiatan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) ini, tren status gizi balita setiap tahunnya dapat digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi terhadap output dari intervensi gizi serta status gizi.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, masih ada 15 kabupaten di NTT yang berkategori merah dalam kasus stunting.
Selanjutnya Penyematan status merah tersebut juga masuk pada wilayah yang prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.
Pemetaan Prevalensi stunting di 246 Kabupaten/Kota Pada 12 Provinsi Prioritas, SSGI 2021, menyatakan Dari jumlah Kabupaten/Kota dengan katagori merah terdapat 73 Kabupaten/Kota, Sedangkan Kuning, 122 Kabupaten/Kota, dan Hijau 51 Kabupaten/Kota.
Dari Jumlah Kabupaten/Kota di 12 Provinsi Prioritas berdasarkan Prevalensi balita stunting tertinggi, SSGI 2021
Provinsi banten mendapatkan katagori merah Tepatnya di Kabupaten Pandeglang, prevalensi balita stunted SSGI 2021, mencapai 37,8.
Sedangkan Prevalensi Balita stunting, SSGI 2021, 5 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten yang mendapatkan katagori Kuning diantaranya adalah kabupaten lebak katagori kuning, Prevalensi balita stunted SSGI 2021, mencapai 27,3, Kabupaten Serang, 27,3, Kota Serang, 23,4, Kabupaten Tangerang, 23,3, dan Kota Cilegon, 20,6. (HS/RED).
Share:
Categories
More News





