19 Apr 2025
WIB
Berita Serba - Serbi

SERANG,- Ungkapan You Only Need One (Yono) masih sering kita dengarkan di era globalisasi dan tekhnologi informasi-komunikasi. 

Akronim 'Yono' tersebut, sempat menjadi diskursus hangat di Group-group media sosial, tongkrongan sampai pada perkantoran atau instansi vertikal. 

Kita ketahui bersama, Terminologi 'Yono' memiliki arti yang cukup positif di tengah-tengah lingkungan masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan. 

'yono' mencerminkan bagaimana seseorang insan dapat mengoptimalkan apa yang menjadi prioritas dan urgensi dalam menentukan, dan memiliki sesuatu barang/unit, dan fashion yang dibutuhkan. 

Gaya hidup hedonis, menjadi bertolakbelakang dengan prinsip 'Yono' dimana intisari nya adalah kesederhanaan dan hanya memaksimalkan satu kebutuhan dari beragam opsi.

Selain itu, konsep 'yono' juga menekankan penerapan gaya hidup pada prinsip konsumsi yang bijak dan hemat. 

Slogan rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya, menjadi semboyan yang selaras dengan isi dari 'Yono'.

Generasi milineal, generasi Z dan generasi alpha kiranya dapat secara seksama memahami dan bisa mengamalkan prinsip dan konsep daripada 'yono'. 

Selain, membimbing pada kesederhanaan dan kehati-hatian dalam membuat keputusan, juga menjadi warning bahwasanya kita tidak diajarkan untuk berlebih-lebihan dan berlaku boros.

Pertumbuhan ekonomi, gejolak geopolitik Luar Negeri dan peperangan patut kiranya dicermati dan dijadikan sebuah referensi yang baik dan cermat, untuk mengantisipasi segala macam bentuk kebutuhan yang prioritas.

Sehingga segala macam dan kondisi yang tidak diinginkan bisa diminimalisir dan bisa di hindari.

Sementara itu, Antonim atau lawan kata dari 'Yono', yaitu  You Only Live Once (Yolo) yang mana intisari nya mengedepankan kesenangan sesaat atau hedonisme.

Filosofi ini, kiranya kita harus memberikan atensi yang lebih, karena membuat banyak anak muda merasa harus melakukan kesenangan sesaat tanpa terlalu memikirkan konsekuensi dan dampak jangka panjangnya.

'Yolo' muncul sebagai respon terhadap tekanan ekonomi, dalam keseharian, seperti inflasi dan pendapatan yang stagnan atau pas-pasan.

Sikap 'Yolo' ini, merupakan habit yang kurang baik, selain tidak memikirkan proses kedepan atau jangka panjang juga syarat akan foya-foya atau senang-senang sesaat. 

Kesemuanya itu, jauh daripada nilai-nilai Agama, budaya dan sosial bangsa kita, yakni Indonesia. 

Mudah-mudahan, kita harapkan bersama sikap dan kebiasaan 'Yono' dan 'Yolo' bisa menjadi pegangan dan barometer untuk bersikap dan melakukan tindakan baik dan tepat pada sasaran atau kebutuhan. (HS/RED)

 

Penulis artikel : Benies Husaeni, M.Pd

Share: