
SERANG - Setelah Word Meteorological Organization (WMO) menginformasikan bahwa peristiwa El Nino akan melanda wilayah tropis pasifik termasuk di Indonesia yang telah diprediksi terjadi pada awal Agustus hingga akhir September mendatang.
Mengetahui hal tersebut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan peristiwa El Nino disebabkan dari dua fenomena iklim, seperti dilansir dari cnbcindonesia.com, Rabu (20/09/2023).
Menurutnya ada dua fenomena iklim yang menyebabkan penurunan curah hujan, termasuk di Indonesia, yakni Indian Ocean Dipole (IOD) positif dan El Nino.
"Jadi puncaknya memang Agustus-September, tapi ada daerah yang diprediksi hujannya baru datang nanti di bulan November. Jadi, puncaknya berlalu, tapi kekeringan masih ada. Cuma memang tidak se-intens di bulan Agustus-September,” katanya.
Ia menjelaskan IOD positif merupakan suatu fenomena penyimpangan suhu muka laut di Samudra Hindia yang akan menyebabkan berubahnya pergerakan atmosfer atau pergerakan.
Sedangkan El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Secara sederhana, El Nino akan memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum, kedua fenomena tersebut akan membuat musim kemarau di Indonesia.
Dalam akun resmi websitenya, BMKG telah merilis hasil monitoring hingga pertengahan Juli 2023 menunjukkan, 63% dari zona musim telah memasuki musim kemarau.
Pada rilisan BMKG tersebut menginformasikan tentang pemantauan 10 hari terakhir pada awal Juli 2023 dari indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan nilai sebesar positif 1,14 yang mengindikasikan intensitas El Nino terus menguat, sejak awal Juli.
Dwikorita Karnawati juga menambahkan jika wilayah Jakarta Bogor Depok Bekasi (Jabodetabok) akan mengalami intensitas curah hujan yang sangat rendah.
"Jabodetabek termasuk wilayah yang intensitas curah huajnnya rendah, bahkan sangat rendah. Warnanya (pemetaan) itu sampai cokelat kehitaman. Intensitas curah hujan diprediksi akan sangat rendah, ntensitas curah hujan bulanan diprediksi akan sangat rendah. Tentunya akan berdampak pada kekeringan yang cukup serius kalau tidak ada mitigasi atau antisipasi tepat. Demikian juga Jawa secara umum," tambahnya.(HS & RA/RED)
Share:
Categories
More News





